Kata Pengantar
Puji syukur penulis
telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Pencipta alam semesta,
manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan tema “FILSAFAT
ILMU” yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang
daripada waktunya.
Maksud dan tujuan dari
penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari sekian
kewajiban mata kuliah Filsafat Ilmu serta merupakan bentuk langsung tanggung
jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini,
penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen mata kuliah
Filsafat Ilmu serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang
dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya penulis hanyalah
seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan
penyusununnya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya penulis hanya
bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan
makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan
hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi Universitas
Negeri Surabaya. Amien
ya Rabbal ‘alamin.
BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT
Pemikiran Para Ahli Filsafat Yunani Kuno
Kata fals afah ataufils afat dalam bahasa Indonesia
merupakan kata serapan dari bahasa
Arab yang juga diambil dari bahasa Yunani;philosophia. Dalam bahasa ini, kata
ini merupakan
kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan
(sophia =
"kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta
kebijaksanaan”. Kata
filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal
di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih
mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang
yang mendalami bidang falsafah
disebut "filsuf".
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam.
Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan
pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa :
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang
asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (
pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya
dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan )
tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan
beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli :
1.Prof. Mr.Mumahamd Yamin:
Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia
menemui kepribadiannya seraya
didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
2.Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. :
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia
dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis
sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan
menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang
sejati.
3.Harold H. Titus (1979 ) :
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah
suatu proses kritik atau pemikiran
Istilah filsafat memiliki cinta pada kebijaksanaan atau
cinta pada pengetahuan. Para filsuf alam mengemukakan pandangannya tentang dasar
atau asal mula segala sesuatu serta peristiwa yang terdapat dalam alam ini.
Asal atau dasar segala sesuatu ialah air menurut Thales, udara menurut
Anaximenes, api menurut Herakleitos, bilangan atau angka menurut pendapat
Phytagoras, atom-atom dan ruang kosong menurut pendapat Leukippos dan
Demokritos, dan empat unsur utama menurut pendapat Empedokles. Pandangan lain
dikemukakan oleh tiga orang filsuf besar, yaitu Sokrates, Plato, dan
Aristoteles. Bagi Sokrates yang merupakan asas hidup manusia adalah jiwa. Plato
berpendapat adanya dunia ide yang merupakan dasar dari segala realitas yang
tampak, sedangkan Aristoteles mengemukakan pentingnya logika bagi perkembangan
pemikiran manusia menuju kepada kebenaran.
Kajian
Filsafat
Definisi kata filsafat
bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa
dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).
Kerapkali ilmu filsafat
dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat)
saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita
sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan
tidak tunggal), karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya
dengan realitas hidup kita.
Ini didalami tidak
dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini
secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa
Banyak
pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984),
filsafat merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan
kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya
seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Beberapa filsuf
mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, Upaya
untuk menentukan batas-batas jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya,
keabsahannya, dan nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas pengandaian-pengandaian
dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan
untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Kalau menurut tradisi
filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai
istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), setelah dia
membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang memakai
kata sophia. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta
kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata
oleh Tuhan.
Kata falsafah atau
filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa
Yunani; philosophia (Φιλοσοφία) Dalam bahasa ini, kata
tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi
yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir
ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami
bidang falsafah disebut “filsuf”.
Dalam istilah Inggris, philosophy,
yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim
diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut
pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta
kearifan. Namun,
cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia
tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian
pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang
Gie, 1999).
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti
semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup
dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah
luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran.
Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan
sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan
hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan
bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki
atau menanyakan sifat dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya
adalah pemahaman dan kebijaksanaan. Karena itulah filsafat merupakan pendekatan
yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia. Suatu bidang yang berhubungan
erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.
Beberapa Pandangan dan Cabang Filsafat
Pandangan
idealisme menyatakan bahwa realitas yang tampak oleh indera manusia adalah
bayangan dari ide atau idea yang merupakan realitas yang fundamental. Implikasi
dari pandangan ini ialah adanya kecenderungan dari kelompok yang mengikutinya
untuk menghormati budaya dan tradisi serta hal-hal yang bersifat spiritual.
Humanisme memiliki dua arah, yakni humanisme individu dan humanisme sosial.
Humanisme individu mengutamakan kemerdekaan berpikir, mengemukakan pendapat,
dan berbagai aktivitas yang kreatif. Kemampuan ini disalurkan melalui kesenian,
kesusastraan, musik, teknologi, dan penguasaan tentang ilmu kealaman. Humanisme
sosial mengutamakan pendidikan bagi masyarakat keseluruhan untuk kesejahteraan
sosial dan perbaikan hubungan antarmanusia. Aliran empirisme berpandangan bahwa
pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tanpa arti.
Ilmu harus dapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian
kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang
berarti post to experience. Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah
rasio (akal) seseorang. Kritisisme menjembatani kedua
pandangan yaitu rasionalisme dan empirisme. Empirisme
menghasilkan keputusan-keputusan yang bersifat sintetis
yang tidak bersifat mutlak, sedangkan rasionalisme memberikan
keputusan yang bersifat analitis. Berpikir merupakan proses penyusunan keputusan yang terdiri dari subjek dan predikat.
Konstruktivisme intinya adalah bahwa pengetahuan
seseorang itu merupakan hasil konstruksi individu melalui
interaksinya dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya.
Filsafat dibagi dalam beberapa cabang atau bagian filsafat, yaitu epistemologi, metafisika, logika, etika, estetika, dan filsafat
ilmu. Epistemologi membahas hal-hal yang bersifat
mendasar tentang pengetahuan. Metafisika dikemukakan oleh
Andronikos dari kumpulan tulisan Aristoteles yang
membahas hakikat berbagai realitas yang diamati oleh manusia
dalam dunia nyata. Logika menekankan pentingnya penalaran dalam upaya menuju kepada kebenaran. Etika disebut juga sebagai
filsafat moral karena menitikberatkan pembahasannya pada
masalah baik dan buruk, kesusilaan dalam kehidupan
masyarakat. Estetika menekankan pada pembahasan
keindahan, sedangkan filsafat llmu membahas hakikat ilmu, penerapan metode filsafat untuk menemukan alas realitas yang dipersoalkan
oleh ilmu.
A.
Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani”philosophia”.
Seiring perkembangan zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti
: ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy”
dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam
bahasa Arab. Selanjutnya, beberapa ahli coba mendefinisikan arti dari filsafat
itu, antara lain :
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari
pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat
adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat
bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi
sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari
kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, dengan
berpikir radikal, sistematik dan universal.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha
pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh
, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan
radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan
kearifan atau kebenaran yang sejati.
- Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang
dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah ,
yang disebut hakekat.
Dari beberapa definisi di atas,
saya dapat menyimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu yang
mengkaji tentang suatu hal secara mendetail atau mendalam dan juga sistematis
untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki.
B.
Ruang Lingkup Filsafat
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada
komponen?komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het
zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham
dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang
pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing?masing mengenai
apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana
tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan
landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam
menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft)
pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan
sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model?model
epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme
kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula
b
agaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok
ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi,
pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi llmu meliputi nilai-nilal (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai
dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasansimbolik atau pun fisik?material. Lebih dari itu nilai?nilai juga
ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib
dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi
Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu,
tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.
FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology
(filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan
ilmiah). Sedangkan Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh
antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut bahwa filsafat ilmu
merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu
adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan
lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini
senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan
(sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan
pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan
heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja
kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
manusia (Koento Wibisono dkk., 1997). Oleh karena itu, diperlukan perenungan
kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga
implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman.
Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau
tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut
Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan
objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu
cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami
apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo
(dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif
ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu,
simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi
penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat
ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya,
prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam
konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan
dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
EPISTEMOLOGI
Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti
teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme,
pengetahuan; dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu
filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu
pengetahuan. Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu,
ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara ‘alim
(subjek) dan ma’lum (objek). Atau dengan kata lain, epistemologi adalah
bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan
sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan
karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap
patut diterima dan apa yang patut ditolak. Bila Kumpulan pengetahuan yang
benar/episteme/diklasifikasi, disusun sitematis dengan metode yang benar dapat
menjadi epistemologi. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta / kenyataan
dari sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat
diverifikasi atau dibuktikan kembali kebenarannya.
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa
dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan
pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
1. Cakupan pokok bahasan,
yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam
pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang
berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu.
2.
Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan
makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat
juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Dalam epistemologi akan
dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi
ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan. Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan
ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan
demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan
pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu
cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan
pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat,
dan pengetahuan manusia.
ONTOLOGI
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat
oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang
universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari
inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus;
menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas.
Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah,
tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran
materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Natural ontologik
akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh
aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli
selanjutnya di pahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi
menampilkan aspek materialisme dari mental.
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi
dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi
metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek;
sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua
sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang
menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi
adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh
Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan
pembuktian a posteriori.
Dengan demikian Ontologi Ilmu (dimensi ontologi Ilmu)
adalah Ilmu yang mengkaji wujud (being) dalam perspektif ilmu —
ontologi ilmu dapat dimaknai sebagai teori tentang wujud dalam perspektif objek
materil ke-Ilmuan, konsep-konsep penting yang diasumsikan oleh ilmu ditelaah
secara kritis dalam ontologi ilmu.
Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein)
yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan
kebenaran.
AKSIOLOGI
n Axios
= Nilai (Value)
n Logi =
Ilmu
n Axiologi adalah ilmu yang mengkaji tentang
nilai-nilai.
Axiologi (teori tentang nilai) sebagai filsafat yang
membahas apa kegunaan ilmu pengetahu manusia
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?
Dengan demikian Aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur
kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normative dalam penelitian
dan penggalian, serta penerapan ilmu (Wibisono, 2001)
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
Sejarah
ilmu pengetahuan adalah studi tentang sejarah perkembangan
pemahaman manusia dari alam
Sampai akhir abad 20 sejarah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu fisik
dan biologi, dipandang sebagai narasi merayakan kemenangan teori benar atas
salah. Science was portrayed as a major dimension
of the progress of civilization. Ilmu digambarkan sebagai dimensi utama
dari kemajuan peradaban. In recent decades,
postmodern views, especially influenced by Thomas Kuhn , The Structure of Scientific Revolutions
(1962), the history is seen in terms of competing paradigms or conceptual
systems battling for intellectual supremacy in a wider matrix that includes
intellectual, cultural, economic and political themes outside pure science.
Pada dekade belakangan ini, pandangan postmodern, terutama dipengaruhi oleh Thomas Kuhn , Struktur
Scientific Revolutions (1962), sejarah dilihat dari segi paradigma bersaing
atau sistem konseptual berjuang untuk supremasi intelektual dalam matriks yang
lebih luas yang mencakup intelektual, budaya, ekonomi dan tema politik luar
sains murni. New attention is paid to science
outside the context of Western Europe. Baru perhatian yang dibayarkan
kepada ilmu di luar konteks Eropa Barat.
Menelusuri
asal-usul yang tepat dari ilmu pengetahuan modern adalah mungkin melalui teks
penting banyak yang selamat dari dunia klasik. However,
the word scientist is relatively recent—first coined by William Whewell in the 19th century.
Namun, kata ilmuwan relatif baru-pertama kali dicetuskan oleh William Whewell
pada abad ke-19.
Metode
ilmiah dianggap begitu penting untuk ilmu pengetahuan modern bahwa beberapa -
terutama filsuf ilmu pengetahuan
dan berlatih ilmuwan - mempertimbangkan pertanyaan sebelumnya ke alam menjadi pra-ilmiah.
Secara tradisional, sejarawan ilmu telah mendefinisikan ilmu pengetahuan cukup
luas untuk mencakup mereka pertanyaan. [1]
Munculnya Filsafat
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan
masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran
yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya
mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh
logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba
memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan
sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan tentang alam
semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun
diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di
balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu
keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam
artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam
semesta secara logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah
kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam
memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-filosof pada
jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani
semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai
berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di
sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang
dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di
Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia,
Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di
daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang
lebih bebas.
Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia
Meski istilah philosophia (Φιλοσοφία) pertama kali
dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar
filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta (sekarang di pesisir barat
Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam
semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos,
filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal
mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Dalam buku History and Philosophy of Science karangan
L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi
dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada
periode itu.
Periode pertama,
filsafat Yunani abad 6 SM
Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales, Anaximandros,
dan Anaximenes yang dianggap sebagai bapak-bapak fisafat dari Mileta. Thales
berpendapat bahwa sumber kehidupan adalah air. Makhluk yang pertama kali hidup
adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir dari perut ikan. Thales juga
berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros
mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama
terhadap semua badan yang lain. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai
pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat
raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan
pernapasan di dalam tubuh manusia.
Setelah mereka bertiga,
Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang lebih berpengaruh lagi
terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato, Aristoteles,
Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.
Periode Kedua, Periode
setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)
Pada masa ini
pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang
pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa ini filsafat
mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat
seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi
otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber
kebenaran.
Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad
6-13 M)
Pada masa ini dunia
Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini
sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai
dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai
buku inilah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah
Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli
astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya
yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang
meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan
mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali
sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel
ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi
umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh
berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani
seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine (354 –
430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M)
dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah belajar filsafat
orang-orang Yunani dari buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap
pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya
salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry
telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati
terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh
negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius
menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John
Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan
menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan
berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali
belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500 –
400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 –
457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384 –
322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi
penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar
dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun
dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk
menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa
(Abad 12-17)
Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam, Eropah
mengalami kebangkitan. Pada masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan
karangan dan terjemahan filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina
dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada zaman itu Bahasa
Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-bangsa Eropah. Penterjemahan karya-karya
kaum muslimin antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi uskup
Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo
ini menyebar sampai ke Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah
terinspirasi oleh hikayat Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW. Universitas Paris
menggunakan buku teks Organon karya Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab
ke dalam Bahasa Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.
Seperti halnya yang
dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushd
dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen,
sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan
putusan Papal Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan
penyebaran filsafat ajaran Ibnu Rushd.
Pada Tahun 1215 saat
Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai berkembang
lagi. Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples, yang kemudian
memiliki akademi yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam
Bahasa latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot ke Toledo
untuk mengumpulkan terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan kaum
muslimin. Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat tidak lepas
dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak orientalis menyatakan bahwa Michael
Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd dengan judul de coelo et
de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.
Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini Kristen
yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan
juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Berbagai pemikiran
Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas,
empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia
islam. Masa ini juga memunculkan intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin
buku Ibnu Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang menganut
aliran pemikiran empirisme dan realisme berusaha menentang berbagai kebijakan
gereja dan penguasa pada waktu itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus
juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan perpecahan
dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap gereja dan raja yang
menindas terus berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan
meningkat. Pada masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori
gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja
dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan
pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal serupa
juga dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul
Social Contak.
Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat
Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan spiritual. Intelektual Islam
yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Hadis.
Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu Muhammad
Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk menggunakan
akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan oleh
Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-Quran dan
hadis.
Para filsuf zaman modern
menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama,
tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang
aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan
bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio
(akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan
itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan
kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme
dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la
Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar
kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara
metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal
ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh
pengetahuan.
Tetapi dalam rangka
kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat
diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa
“aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku
menyangsikan adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya
aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir ( menyadari) maka aku ada. Itulah
kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan
terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang
jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu
menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka
yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume
(1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.
Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun
yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan
inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa
seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada
batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui
persepsi indera kita.
Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804)
mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.
Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah
separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera
kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam
manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan
Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri”
(”das Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi
semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan
atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah
kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk
kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan. Demikian
Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis,
dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern.
Rasionalist diwakili Descartes, Empirist diwakili Hume, dan Kritisme oleh Kant
saling menkritik satu sama lain.
Masyarakat primitif menganut pemikiran
mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam. Perubahan
pola pikir dari mitosentris menjadi logo-sentris membuat manusia bisa
membedakan kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu ke-luar dari mitologi dan
memperoleh dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal ma-nusia menggunakan
rasio untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dan alam raya. 1. Filsafat
kuno dan abad pertengahan Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai
dijawab dengan pendekat-an rasional, tidak dengan mitos. Subjek (manusia) mulai
mengambil jarak dari objek (alam) sehingga kerja logika (akal pikiran) mulai
dominan. Sebelum era Socrates, kaji-an difokuskan pada alam yang berlandaskan
spekulasi metafisik. Menurut Heraklitos (535-475 SM), realita di alam selalu
berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai simbol perubahan di alam) sementara
Parmenides (515-440 SM) mengatakan bahwa realita di alam merupakan satu
kesatuan yang tidak bergerak sehingga perubahan tidak mungkin terjadi. Pada era
Socrates, kajian filosofis mulai menjurus pada manusia dan mulai ada pemikiran
bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Beberapa filosof populernya adalah
Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM) dan Aristotles (384-322 SM). Socrates
mendefinisikan, menganalisis dan mensintesa kebenaran objektif yang universal
melalui metode dialog (dialektika). Satu pertanyaan dijawab dengan satu
jawaban. Plato mengembangkan konsep dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide
yang ditangkap oleh pikiran (persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk)
yang dilihat indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa berubah, sementara
bentuk adalah sesuatu yang tetap. Aris-totles menyatakan bahwa materi tidak
mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Fil-suf ini juga memperkenalkan silogisme,
yaitu penggunaan logika berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan.
Silogisme memiliki dua premis mayor dan satu ke-simpulan sehingga, suatu
pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua pernyataan pendukung. Logika
ini disebut juga dengan logika deduktif yang mengukur valid tidak-nya sebuah
pemikiran. Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM) mulai dilakukan analisis
rasional terha-dap sifat-sifat alam dan Allah, analisis suatu kejadian/materi,
bentuk, ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu filsufnya adalah Thomas
Aquinas (1225-1274). 2. Filsafat modern (abad 15 – sekarang) Berkembang
beberapa paham yang menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam
perkembangan hidup manusia dan pengetahuan. Paham rasionalisme me-nyatakan bahwa
akal merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji penge-tahuan.
Kedaulatan rasio diakui sepenuhnya dengan menyisihkan pengetahuan indra.
Menurut Rene Descartes (paham rasionalisme dan skeptisme), pengetahuan yang
benar harus berangkat dari kepastian. Untuk memastikan kebenaran sesuatu,
segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu. Keragu-raguan membuat manusia
bertanya/mencari ja-waban untuk memperoleh kebenaran yang pasti (manusia harus
berpikir rasional untuk mencapai kebenaran). Pada paham empirisme, segala
sesuatu yang ada dalam pikiran didahului oleh pengalaman indrawi. Pengetahuan
dikembangkan dari pengalaman indra secara konkrit dan bukan dari rasio. Menurut
John Locke (empirisme dan naturalisme), pikiran awal-nya kosong. Isi pikiran
(ide) berasal dari pengalaman indrawi (lahiriah dan batiniah) ter-hadap
substansi (benda) di alam. David Hume (skeptisme dan empirisme) mengatakan ide
atau konsep didalam pikiran berasal dari persepsi (kesan terhadap pengalaman
indra-wi) dan gagasan (konsep makna dari kesan) terhadap suatu substansi, bukan
dari substansinya. Sementara menurut Francis Bacon, pengetahuan merupakan
kekuatan un-tuk menguasai alam. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi
melalui eksperi-men dan observasi terhadap suatu fenomena yang ingin dikaji.
Paham lainnya adalah idealisme yang dianut Barkeley: ada disebabkan oleh adanya
persepsi; dan paham idealisme – kritisisme yang dikembangkan Imanuel Kant.
Menurut Kant, hakikat fisik adalah jiwa (spirit) dan pengetahuan adalah hasil
pemikiran yang dihubungkan dengan pengalaman indrawi. Paham ini menggabungkan
konsep rasionalisme dengan empiris-me. Paham positive-empiris (Aguste Comte)
menyatakan bahwa realita berjalan sesuai dengan hukum alam sehingga pernyataan
pengetahuan harus bisa diamati, diulang, diu-kur, diuji dan diramalkan.
Sementara paham pragmatisme William James menyatakan kebenaran suatu pernyataan
diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
(bermanfaat) dalam kehidupan praktis. Pernyataan dianggap benar jika
kon-sekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis bagi manusia.
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam
hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia
ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari
keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau
kepercayaan Ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman
penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya
untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas)
itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan.
Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara
mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
B. Klasifikasi Filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan
pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya
sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi
filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut
daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi
menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut
wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat
Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”,
“Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
1.) Klasifikasi Filsafat Menurut Wilayah
Filsafat Barat
‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari
secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan
mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Namun
pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat mengalami pemutusan
rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan
Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi
mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang
oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan
Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropah,
maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak
akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari
terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam
pada dinasti Abbasyah.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas
Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl
Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat Barat di Indonesia sendiri yang
notabene-nya adalah bekas jajahan bangsa Eropa-Belanda, dikenal adanya
pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema tersebut
adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Tema pertama adalah
ontologi. Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat
dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan
alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
Tema kedua adalah
epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan
(episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas
berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu
pengetahuan.
Tema ketiga adalah
aksiolgi. Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma
sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial .
Filsafat Timur
‘‘‘Filsafat Timur’’’
adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India,
Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah
dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga
bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di
Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama
beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse,
Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil
tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini
sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Yunani.
Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau
orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan
daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan
tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar
terhadap karya-karya Yunani.
Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi
masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf
Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka
dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah:
Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh
disebut bergitu)dan Averroes.
2.) Klasifikasi Filsafat Menurut Latar
Belakang Agama
a. Filsafat Islam
‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila
memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur
Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah
perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran
Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih
‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ’sudah ditemukan.’
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir
samudera Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 M yang ditandai dengan
pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia, dan
Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika,
matematika, dan metafisika yang menjadi batubara kebudayaan dunia.
Dari Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju
Athena yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh
Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak
pada 529 M.
b. Filsafat Kristen
‘‘‘Filsafat Kristen’’’ mulanya disusun oleh para bapa
gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia
barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat
mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Tak heran, filsafat Kristen
banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua
filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo
Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dan lain sebagainya.
Selain dua agama terbesar diatas, masih ada beberapa
agama lainya yang melahirkan pemahaman falsafi yang sampai sekarang masih
eksis. Misalnya Budha, Taoisme, dan lain sebagainya.
Buddha dalam bahasa Sansekerta berarti mereka yang sadar, atau
yang mencapai pencerahan sejati (Dari perkataan Sansekerta: untuk mengetahui).
Budha merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk
memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer,
ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama yang dilahirkan pada tahun
623 SM di Taman Lumbini.
Sidharta adalah guru
agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap “Buddha bagi waktu ini”). Dalam pandangan lainnya, ia merupakan tarikan
dan contoh bagi manusia yang telah sadar.
Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama
sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang
yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang
sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada
kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan)
dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan.
Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha adalah serupa,
tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan
dengan dua lainnya.
Taoisme merupakan filsafat Laozi dan Zhuangzi (570 SM ~470 SM)
tetapi bukan agama. Taoisme berasalkan dari kata “Dao” yang berarti tidak
berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian
kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam kesemua
benda hidup dan kebendaan adalah “De”. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan
sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut
seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai
“Kesedaran Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai
“Kesedaran Dao” dan juga mendewakan.
Sains di dunia Islam
ilmuwan Muslim ditempatkan jauh lebih besar
penekanan pada percobaan daripada
memiliki Yunani . [49]
Hal ini mengarah ke awal metode ilmiah
yang dikembangkan di dunia Muslim, di mana kemajuan yang signifikan dalam
metodologi dibuat, dimulai dengan percobaan dari Ibn al-Haytham
(Alhazen) pada optik dari sekitar tahun 1000, dalam
bukunya Kitab Optik
. Yang penting pembangunan sebagian besar metode ilmiah adalah penggunaan
eksperimen untuk membedakan antara teori-teori ilmiah menetapkan bersaing dalam
umumnya empiris orientasi, yang
dimulai di kalangan ilmuwan Muslim. Ibn al-Haytham juga dianggap sebagai bapak
optik, terutama untuk bukti empiris tentang teori intromission cahaya. Some have also described Ibn al-Haytham as the
"first scientist" for his development of the modern scientific
method. [
50 ] Beberapa juga menggambarkan Ibn al-Haytham
sebagai "ilmuwan pertama" untuk pengembangan metode ilmiah modern. [50]
Dalam matematika , yang Persia matematikawan Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi
memberikan nama kepada konsep algoritma , sedangkan
istilah aljabar berasal dari al-Jabr, awal dari judul
salah satu publikasinya. Apa yang sekarang dikenal sebagai angka Arab aslinya berasal
dari India, tetapi matematikawan Muslim memang membuat beberapa perbaikan
sistem bilangan, seperti pengenalan titik desimal
notasi. Sabian matematika Al-Battani (850-929)
memberikan kontribusi untuk astronomi dan matematika, sedangkan Persia sarjana Al-Razi memberikan kontribusi untuk kimia dan
obat-obatan.
Dalam astronomi , Al-Battani meningkatkan
pengukuran Hipparchus , diawetkan
dalam terjemahan Ptolemy 's Dia Megalè sintaks (The risalah besar)
diterjemahkan sebagai Almagest
. Al-Battani juga meningkatkan ketepatan pengukuran presesi sumbu bumi
Ibnu Sina ( Avicenna ) dianggap
sebagai ilmuwan yang paling berpengaruh dan filsuf dalam Islam. [64]
Ia merintis ilmu kedokteran eksperimental [65]
dan merupakan dokter pertama yang melakukan uji klinis. [66]
dua-karya paling penting dalam pengobatan adalah al-Shifa ʾ Kitab
("Buku Penyembuhan") dan The Canon of Medicine
, yang keduanya digunakan sebagai obat teks standar baik di dunia Muslim dan di
Eropa hingga abad ke 17. [
67 ] nya banyak kontribusi antara adalah penemuan
sifat menular penyakit menular, [65]
dan pengenalan farmakologi klinis. [67]
Sebuah revitalisasi intelektual Eropa dimulai
dengan lahirnya universitas abad pertengahan
pada abad ke-12. Kontak dengan dunia Islam di Spanyol dan Sisilia , dan selama Reconquista dan Perang Salib
, diperbolehkan akses Eropa untuk ilmiah Yunani dan Arab teks, termasuk karya Aristoteles , Ptolemeus , Jabir bin Hayyan
, al-Khawarizmi
, Alhazen , Ibnu Sina , dan Averroes . sarjana Eropa memiliki akses ke program
terjemahan Raymond dari Toledo
, yang disponsori abad ke-12 Toledo School of Translators
dari bahasa Arab ke Latin. Later translators like Michael Scotus would learn Arabic in order to study these
texts directly. Kemudian penerjemah seperti Michael Scotus
akan belajar bahasa Arab dalam rangka untuk mempelajari ayat-ayat ini secara
langsung. Universitas-universitas Eropa membantu secara materiil dalam terjemahan dan propagasi dari teks-teks ini
dan memulai infrastruktur baru yang dibutuhkan bagi masyarakat ilmiah. Bahkan,
universitas Eropa menaruh banyak karya tentang dunia alam dan studi alam di
pusat kurikulumnya, [77]
dengan hasil bahwa "universitas abad pertengahan meletakkan penekanan jauh
lebih besar pada ilmu pengetahuan daripada rekan modern dan keturunan." [78]
Pada awal abad ke-13 ada beberapa terjemahan
Latin yang cukup akurat dari karya-karya utama dari hampir semua penulis kuno
intelektual penting, yang memungkinkan transfer suara gagasan ilmiah lewat
kedua universitas dan biara-biara. Pada saat itu, filsafat alam yang terkandung
dalam teks mulai diperpanjang oleh terkemuka skolastik seperti Robert Grosseteste
, Roger Bacon , Albertus Magnus
dan Duns Scotus [
82 ] Prekursor dari metode ilmiah modern,
dipengaruhi oleh kontribusi awal dunia Islam, dapat dilihat sudah's penekanan
Grosseteste pada matematika sebagai cara untuk memahami sifat, dan dalam
pendekatan empiris dikagumi oleh Bacon, terutama dalam bukunya Opus Majus
. Pierre Duhem
' tesis provokatif dari Gereja Katolik Kutukan dari 1277
mengarah pada studi ilmu abad pertengahan sebagai suatu disiplin yang serius,
"tapi tidak ada yang di lapangan lagi mendukung pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan modern dimulai pada 1277". [82]
Paruh pertama abad 14 melihat karya ilmiah
penting banyak dilakukan, terutama dalam kerangka skolastik komentar tentang
ilmiah tulisan-tulisan itu Aristoteles. [83]
William Ockham
memperkenalkan prinsip parsimoni : filsuf alam
tidak harus postulat entitas yang tidak perlu, sehingga gerak bukanlah hal yang
berbeda tetapi hanya objek bergerak [84]
dan perantara "spesies masuk akal" tidak diperlukan untuk mengirim
gambar objek ke mata. [85]
Para pakar seperti Jean Buridan
dan Nicole Oresme
mulai menafsirkan unsur-unsur mekanika Aristoteles. In particular, Buridan developed the theory that impetus
was the cause of the motion of projectiles, which was a first step towards the
modern concept of inertia . [
86 ] Secara khusus, Buridan mengembangkan teori
bahwa dorongan adalah penyebab dari gerak proyektil, yang merupakan langkah
pertama menuju konsep modern inersia . [86]
The Oxford Kalkulator
matematis mulai menganalisis kinematika gerak, membuat
analisis ini tanpa mempertimbangkan penyebab gerak. [87]
Ilmu
pengetahuan modern
Revolusi Ilmiah didirikan sains sebagai
sumber untuk pertumbuhan pengetahuan. [92]
Selama abad ke-19, praktek ilmu menjadi professionalized dan dilembagakan dalam
cara yang terus berlanjut sampai abad ke-20Sebagai peran pengetahuan ilmiah
tumbuh dalam masyarakat, menjadi digabungkan dengan banyak aspek fungsi
negara-bangsa.
Sejarah ilmu pengetahuan ditandai dengan
rantai kemajuan teknologi dan pengetahuan
yang selalu saling melengkapi. inovasi teknologi baru membawa penemuan dan dibesarkan
oleh penemuan-penemuan lain, yang menginspirasi kemungkinan-kemungkinan baru
dan pendekatan terhadap isu-isu ilmu lama.
[ edit
] Geology
[ sunting
] Geologi
Geologi berstatus sebagai suatu awan yang
terisolasi, terputus ide tentang batuan, mineral, dan bentuklahan jauh sebelum
itu menjadi ilmu yang koheren. Theophrastus
kerja 'di batu lithōn Peri tetap otoritatif selama ribuan tahun:
penafsiran fosil tidak terbalik sampai setelah Revolusi Ilmiah. Chinese polymath Shen Kua (1031–1095) was the first to formulate
hypotheses for the process of land formation.
Cina polymath Shen Kua (1031-1095)
adalah orang pertama yang merumuskan hipotesis untuk proses pembentukan tanah.
Berdasarkan pengamatan tentang fosil dalam geologi lapisan di gunung ratusan mil dari laut, ia
menyimpulkan bahwa tanah dibentuk oleh erosi pegunungan dan pengendapan lumpur.
Geologi tidak sistematis direstrukturisasi
selama Revolusi Ilmiah
, tapi teori individu membuat kontribusi penting. Robert Hooke
, misalnya, teori dirumuskan gempa bumi, dan Nicholas Steno
mengembangkan teori superposisi dan berpendapat
bahwa fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup sekali. Beginning with Thomas Burnet 's Sacred Theory of the Earth in
1681, natural philosophers began to explore the idea that the Earth had changed
over time. Dimulai dengan Thomas Burnet
's Suci Teori Bumi pada 1681, filsuf alam mulai menjelajahi gagasan
bahwa Bumi telah berubah dari waktu ke waktu. Burnet dan sezamannya ditafsirkan
melewati Bumi dalam hal kejadian yang dijelaskan dalam Alkitab, tetapi
pekerjaan mereka meletakkan dasar-dasar intelektual untuk interpretasi sekuler
sejarah Bumi.
seperti kimia modern, secara bertahap
berevolusi selama awal abad ke-19 dan 18. Benoît de Maillet
dan Comte de Buffon
berpendapat bahwa Bumi jauh lebih tua dari 6.000 tahun yang dibayangkan oleh
para ahli Alkitab. Jean-Étienne Guettard
dan Nicolas Desmarest
menaikkan Prancis tengah dan dicatat pengamatan mereka pada beberapa peta
geologi pertama. Abraham Werner
menciptakan sebuah skema klasifikasi yang sistematis untuk batuan dan
mineral-prestasi seperti yang signifikan bagi geologi seperti yang dilakukan
oleh Linnaeus adalah untuk biologi. Werner also proposed a generalized interpretation of
Earth history, as did contemporary Scottish polymath James Hutton . Georges Cuvier and Alexandre Brongniart , expanding on the work of Steno
, argued that layers of rock could be dated by the fossils they contained: a
principle first applied to the geology of the Paris Basin.
Werner juga mengusulkan interpretasi umum sejarah Bumi, seperti yang dilakukan
kontemporer Skotlandia polymath James Hutton
. Georges Cuvier
dan Alexandre Brongniart
, memperluas pada karya Steno , berpendapat
bahwa lapisan batu bisa tanggal oleh fosil mereka berisi: prinsip terlebih dahulu
untuk geologi dari Basin Paris. The use of index fossils became a powerful tool for making geological
maps, because it allowed geologists to correlate the rocks in one locality with
those of similar age in other, distant localities.
Penggunaan fosil indeks
menjadi alat yang ampuh untuk membuat peta geologi, karena memungkinkan ahli
geologi untuk mengkorelasikan batu dalam satu tempat dengan orang-orang usia
serupa di lain, tempat-tempat jauh. Over the first
half of the 19th century, geologists such as Charles Lyell , Adam Sedgwick , and Roderick Murchison applied the new technique to rocks
throughout Europe and eastern North America, setting the stage for more
detailed, government-funded mapping projects in later decades.
Selama paruh pertama abad ke-19, ahli geologi seperti Charles Lyell
, Adam Sedgwick
dan Roderick Murchison
menerapkan teknik baru untuk batuan di seluruh Eropa dan timur Amerika Utara,
setting panggung untuk lebih rinci, pemetaan proyek-proyek yang didanai
pemerintah di dekade kemudian.
Midway
through the 19th century, the focus of geology shifted from description and
classification to attempts to understand how the surface of the Earth
changed. Pertengahan abad ke-19, fokus geologi
bergeser dari deskripsi dan klasifikasi usaha-usaha untuk memahami bagaimana
permukaan bumi berubah. The first comprehensive
theories of mountain building were proposed during this period, as were the
first modern theories of earthquakes and volcanoes. Louis Agassiz and others established the reality of
continent-covering ice ages , and "fluvialists" like Andrew Crombie Ramsay argued that river valleys were formed, over
millions of years by the rivers that flow through them.
Teori-teori komprehensif pertama bangunan gunung diusulkan selama periode ini,
seperti juga teori modern pertama dari gempa bumi dan gunung berapi. Louis Agassiz
dan lain-lain mendirikan realitas benua-meliputi zaman es , dan
"fluvialists" seperti Andrew Crombie Ramsay
berpendapat bahwa sungai lembah terbentuk, selama jutaan tahun oleh
sungai-sungai yang mengalir melalui mereka. After
the discovery of radioactivity , radiometric dating methods were developed, starting in the 20th
century. Alfred Wegener 's theory of "continental drift"
was widely dismissed when it was proposed in the 1910s, but new data gathered
in the 1950s and 1960s led to the theory of plate tectonics , which provided a plausible mechanism for
it. Plate tectonics also provided a unified explanation for a
wide range of seemingly unrelated geological phenomena.
Setelah penemuan radioaktivitas
, kencan radiometrik
metode dikembangkan, dimulai pada abad ke-20. Alfred Wegener
teori tentang "pergeseran benua" secara luas diberhentikan ketika
diusulkan pada tahun 1910, tetapi data baru berkumpul di tahun 1950-an dan
1960-an menyebabkan teori lempeng tektonik
, yang menyediakan mekanisme yang masuk akal untuk itu. Lempeng tektonik
juga memberikan penjelasan bersatu untuk berbagai macam fenomena geologi yang
tampaknya tidak berhubungan. Since 1970 it has been
the unifying principle in geology. Sejak tahun 1970 telah prinsip
pemersatu dalam geologi.
Geologists'
embrace of plate tectonics was part of a broadening of the field from a
study of rocks into a study of the Earth as a planet.
Geolog 'pelukan lempeng tektonik
merupakan bagian dari memperluas lapangan dari studi batu ke dalam studi Bumi
sebagai planet. Other elements of this
transformation include: geophysical studies of the interior of the Earth, the
grouping of geology with meteorology and oceanography as one of the "earth sciences",
and comparisons of Earth and the solar system's other rocky planets.
unsur-unsur lain dari transformasi ini meliputi: studi geofisika dari interior
bumi, pengelompokan geologi dengan meteorologi dan oseanografi sebagai salah
satu "ilmu bumi", dan perbandingan Bumi dan sistem lain berbatu surya
planet-planet.
[
edit
] Astronomy
[ sunting
] Astronomi
Advances
in astronomy and in optical systems in the 19th century resulted in the first
observation of an asteroid
( 1 Ceres ) in 1801, and the discovery of Neptune
in 1846. Kemajuan dalam astronomi dan dalam sistem
optik pada abad ke-19 menghasilkan pengamatan pertama dari sebuah asteroid ( 1 Ceres ) pada tahun
1801, dan penemuan Neptunus pada tahun 1846.
George Gamow , Ralph Alpher , and Robert Hermann had calculated that there should be evidence
for a Big Bang in the background temperature of the universe. [
93 ] In 1964, Arno Penzias and Robert Wilson [
94 ] discovered a 3 kelvin background hiss in
their Bell Labs radiotelescope , which was evidence for this hypothesis, and
formed the basis for a number of results that helped determine the age of the universe . George Gamow
, Ralph Alpher
, dan Robert Herman
telah menghitung bahwa harus ada bukti untuk Big Bang pada suhu latar belakang
alam semesta. [93]
Pada tahun 1964, Arno Penzias
dan Robert Wilson
[94]
menemukan latar belakang kelvin desis 3 di mereka Bell Labs radiotelescope
, yang bukti untuk hipotesis ini, dan membentuk dasar bagi sejumlah hasil yang
membantu menentukan usia alam semesta
.
[
edit ]
Biology, medicine, and genetics
[ sunting ] Biologi, obat-obatan, dan genetika
In
1847, Hungarian physician Ignác Fülöp Semmelweis dramatically reduced the occurrency of puerperal fever by simply requiring physicians to wash their
hands before attending to women in childbirth.
Pada 1847, Hongaria dokter Ignác Fulop Semmelweis
secara dramatis mengurangi occurrency dari demam nifas dengan hanya
memerlukan dokter untuk mencuci tangan mereka sebelum menghadiri untuk ibu yang
akan melahirkan. This discovery predated the germ theory of disease . Penemuan ini
mendahului teori kuman penyakit
. However, Semmelweis' findings were not
appreciated by his contemporaries and came into use only with discoveries by
British surgeon Joseph Lister , who in 1865 proved the principles of antisepsis . Namun, 'temuan
Semmelweis tidak dihargai oleh orang-orang sezamannya dan mulai dipakai hanya
dengan penemuan-penemuan oleh ahli bedah Inggris Joseph Lister
, yang pada tahun 1865 membuktikan prinsip-prinsip antisepsis . Lister's work was based on the important findings by
French biologist Louis Pasteur . adalah pekerjaan
Lister didasarkan pada temuan penting oleh ahli biologi Perancis Louis Pasteur
. Pasteur was able to link microorganisms with
disease, revolutionizing medicine. Pasteur mampu menghubungkan
mikroorganisme dengan penyakit, merevolusi obat. He
also devised one of the most important methods in preventive medicine , when in 1880 he produced a vaccine
against rabies
. Dia juga merancang salah satu metode yang paling penting
dalam kedokteran pencegahan
, ketika pada tahun 1880 ia menghasilkan vaksin terhadap rabies . Pasteur invented the process of pasteurization , to help prevent the spread of disease
through milk and other foods. [
95 ] Pasteur menemukan proses pasteurisasi
, untuk membantu mencegah penyebaran penyakit melalui susu dan makanan lainnya.
[95]
Perhaps
the most prominent, controversial and far-reaching theory in all of science has
been the theory of evolution
by natural selection put forward by the British naturalist Charles Darwin in his book On the Origin of Species in 1859.
Mungkin yang menonjol, kontroversial dan jauh jangkauannya Teori yang paling
dalam semua ilmu pengetahuan telah menjadi teori evolusi oleh seleksi alam
yang dikemukakan oleh naturalis Inggris Charles Darwin
dalam bukunya On the Origin of Species
pada tahun 1859. Darwin proposed that the features
of all living things, including humans, were shaped by natural processes over
long periods of time. Darwin mengusulkan bahwa fitur dari semua makhluk
hidup, termasuk manusia, yang dibentuk oleh proses alam selama jangka waktu
yang lama. Implications of evolution on fields
outside of pure science have led to both opposition and support from different parts of society, and
profoundly influenced the popular understanding of "man's place in the
universe". Implikasi evolusi pada bidang di luar sains
murni telah menyebabkan baik oposisi dan dukungan
dari berbagai bagian masyarakat, dan sangat mempengaruhi pemahaman populer
"itu tempat manusia di alam semesta". However,
Darwinian evolutionary models do not directly impact the study of genetics.
Namun, model evolusi Darwin tidak berdampak langsung terhadap studi genetika. In the early 20th century, the study of heredity became a
major investigation after the rediscovery in 1900 of the laws of inheritance
developed by the Moravian
[
96 ] monk Gregor Mendel in 1866.
Pada awal abad 20, studi tentang keturunan menjadi penyelidikan utama setelah
penemuan kembali tahun 1900 undang-undang warisan yang dikembangkan oleh Moravia [96]
biarawan Gregor Mendel
pada tahun 1866. Mendel's laws provided the
beginnings of the study of genetics
, which became a major field of research for both scientific and industrial
research. Teman-hukum Mendel memberikan awal studi
tentang genetika , yang menjadi bidang utama penelitian dan
industri baik untuk penelitian ilmiah. By 1953, James D. Watson , Francis Crick and Maurice Wilkins clarified the basic structure of DNA, the genetic material for expressing life in all its forms. [
97 ] In the late 20th century, the possibilities
of genetic engineering became practical for the first time, and a
massive international effort began in 1990 to map out an entire human genome
(the Human Genome Project ) has been touted as potentially having
large medical benefits. Pada 1953, James D. Watson
, Francis Crick
dan Maurice Wilkins
mengklarifikasi struktur dasar DNA, bahan genetik
untuk menyatakan kehidupan dalam segala bentuknya. [97]
Pada akhir abad 20, kemungkinan rekayasa genetika
menjadi praktis untuk pertama kalinya waktu, dan upaya internasional
besar-besaran mulai tahun 1990 untuk memetakan mengeluarkan seluruh manusia genom (dalam Human Genome Project
) telah disebut-sebut sebagai berpotensi memiliki tunjangan kesehatan besar.
[
edit
] Ecology
[ sunting
] Ekologi
The
discipline of ecology
typically traces its origin to the synthesis of Darwinian evolution and Humboldtian biogeography , in the late 19th and early 20th centuries.
Disiplin ekologi biasanya jejak asal kepada sintesis evolusi Darwin dan Humboldtian biogeografi , pada abad
ke-20 ke-19 awal dan akhir. Equally important in
the rise of ecology, however, were microbiology and soil science —particularly the cycle of life concept, prominent in the work Louis Pasteur and Ferdinand Cohn . Kalah penting
dalam kebangkitan ekologi, bagaimanapun, mikrobiologi
dan ilmu tanah -khususnya siklus hidup
konsep, menonjol dalam karya Louis Pasteur
dan Ferdinand Cohn
. The word ecology was coined by Ernst Haeckel , whose particularly holistic view of nature
in general (and Darwin's theory in particular) was important in the spread of
ecological thinking. Ekologi Kata ini diciptakan oleh Ernst Haeckel
, yang terutama holistik pemandangan alam secara umum (dan Teman-teori Darwin
khususnya) sangat penting dalam penyebaran pemikiran ekologis. In the 1930s, Arthur Tansley and others began developing the field of ecosystem ecology , which combined experimental soil science
with physiological concepts of energy and the techniques of field biology . Pada 1930, Arthur Tansley
dan lain-lain mulai mengembangkan bidang ekologi ekosistem
, yang dikombinasikan ilmu tanah eksperimental dengan konsep fisiologis energi
dan teknik bidang biologi
. The history of ecology in the 20th century is
closely tied to that of environmentalism ; the Gaia hypothesis in the 1960s and more recently the
scientific-religious movement of Deep Ecology have brought the two closer together.
Sejarah ekologi di abad 20 terkait erat dengan yang environmentalism
, sedangkan hipotesis Gaia
pada tahun 1960 dan lebih baru-baru ini-religius gerakan ilmiah Deep Ekologi
telah membawa dua dekat bersama.
[
edit
] Social
sciences [ sunting
] Ilmu Sosial
Successful
use of the scientific method in the physical sciences led to the same
methodology being adapted to better understand the many fields of human
endeavor. Keberhasilan penggunaan metode ilmiah dalam
ilmu fisika menyebabkan metodologi yang sama sedang disesuaikan untuk lebih
memahami berbagai bidang usaha manusia. From this
effort the social sciences have been developed. Dari upaya ini ilmu-ilmu
sosial telah dikembangkan.
[
edit
] Political
science in Ancient India [ sunting
] Ilmu
politik di India Kuno
The
most studied literature on political science from Ancient India is an ancient
Indian treatise
on statecraft , economic
policy and military strategy which identifies its author by the names
Kautilya [
98 ] and Viṣhṇugupta , [
99 ] who are traditionally identified with Chāṇakya (c. 350–-283 BCE).
Yang belajar sastra paling pada ilmu politik dari Ancient India merupakan India
kuno risalah pada tata negara , ekonomi kebijakan dan strategi militer
yang mengidentifikasi penulisnya dengan nama Kautilya [98]
dan Viṣhṇugupta, [99]
yang secara tradisional diidentifikasi dengan Chanakya
(c. 350 - 283 SM). In this treatise, the behaviors
and relationships of the people, the King, the State, the Government
Superintendents, Courtiers, Enemies, Invaders, and Corporations are analysed
and documented. Dalam risalah ini, perilaku dan hubungan masyarakat,
Raja, Negara, Pemerintah Superintenden, istana, Musuh, Invaders, dan Korporasi
dianalisis dan didokumentasikan. Roger Boesche
describes the Arthaśāstra as "a book of political realism, a book
analysing how the political world does work and not very often stating how it
ought to work, a book that frequently discloses to a king what calculating and
sometimes brutal measures he must carry out to preserve the state and the
common good." [
100 ] Roger Boesche menggambarkan Arthasastra
sebagai "sebuah buku realisme politik, buku menganalisis bagaimana dunia
politik tidak bekerja dan tidak terlalu sering menyatakan bagaimana seharusnya
bekerja, sebuah buku yang sering mengungkapkan ke raja apa yang menghitung dan
kadang-kadang tindakan brutal dia harus membawa keluar untuk mempertahankan
negara dan kepentingan umum. " [100]
[
edit ]
Political science in the Western and Islamic
Cultures [ sunting ] Ilmu politik di Barat dan Islam Budaya
While,
in the Western Culture , the study of politics is first found in Ancient Greece , political science is a late arrival in
terms of social sciences [ citation needed ] . Sementara, dalam
Budaya Barat
, studi tentang politik yang pertama ditemukan di Yunani Kuno , ilmu politik
adalah keterlambatan dalam hal ilmu-ilmu sosial
[ rujukan?
]. However, the discipline has
a clear set of antecedents such as moral philosophy , political philosophy , political economy , history, and other fields concerned with normative determinations of what ought to be and with deducing the characteristics and functions of the
ideal form of government . Namun, disiplin
memiliki seperangkat jelas pendahulunya seperti filsafat moral
, filsafat politik
, ekonomi politik
, sejarah, dan bidang lain yang terkait dengan normatif penentuan apa
yang seharusnya dan dengan menyusun kesimpulan
karakteristik dan fungsi dari bentuk ideal pemerintahan
. In each historic period and in almost every
geographic area, we can find someone studying politics and increasing political
understanding. Dalam setiap periode sejarah dan di hampir semua wilayah
geografis, kita dapat menemukan seseorang belajar politik dan meningkatkan
pemahaman politik.
Although
the roots of politics may be in Prehistory , the antecedents of European politics trace
their roots back even earlier than Plato
and Aristotle , particularly in the works of Homer
, Hesiod
, Thucydides , Xenophon
, and Euripides . Meskipun akar
politik mungkin berada di Prasejarah , pendahulunya
politik Eropa menelusuri akar mereka kembali lebih awal dari Plato dan Aristoteles , khususnya
dalam karya-karya Homer , Hesiod , Thucydides , Xenophon , dan Euripides . Later, Plato analyzed political systems, abstracted their
analysis from more literary
- and history- oriented studies and applied an approach we would understand as
closer to philosophy
. Kemudian, Plato dianalisis sistem politik, disarikan
dari analisis mereka lebih sastra - dan sejarah berorientasi studi dan
menerapkan pendekatan kita akan memahami sebagai lebih dekat ke filsafat . Similarly,
Aristotle built upon Plato's analysis to include historical empirical evidence
in his analysis. Demikian pula, Aristoteles dibangun di atas analisis
Plato untuk menyertakan bukti empiris historis dalam analisisnya.
During
the rule of Rome
, famous historians such as Polybius
, Livy
and Plutarch
documented the rise of the Roman Republic
, and the organization and histories of other nations, while statesmen like Julius Caesar , Cicero
and others provided us with examples of the politics of the republic and Rome's
empire and wars. Pada masa pemerintahan Roma , sejarawan terkenal seperti Polybius , Livy dan Plutarch mendokumentasikan bangkitnya Romawi Republik , dan organisasi dan sejarah bangsa-bangsa
lain, sementara negarawan seperti Julius Caesar
, Cicero dan lain-lain yang diberikan kita dengan
contoh-contoh dari politik dari republik dan kerajaan Roma dan perang. The study of politics during this age was oriented toward
understanding history, understanding methods of governing, and describing the
operation of governments. Studi tentang politik selama usia ini adalah
berorientasi pada pemahaman sejarah, pemahaman metode pemerintahan, dan
menggambarkan operasi pemerintah.
With
the fall of the Roman Empire , there arose a more diffuse arena for
political studies. Dengan jatuhnya Kekaisaran Romawi
, ada muncul arena lebih menyebar untuk studi politik. The rise of monotheism and, particularly for the Western tradition,
Christianity , brought to light a new space for politics
and political action [ citation needed ] . Munculnya monoteisme dan, khususnya
untuk tradisi Barat, Kristen , dibawa ke
cahaya ruang baru untuk politik dan tindakan politik [ rujukan?
]. During the Middle Ages , the study of politics was widespread in
the churches and courts. Selama Abad Pertengahan
, studi politik telah tersebar luas di gereja-gereja dan pengadilan. Works such as Augustine of Hippo 's The City of God synthesized current philosophies and
political traditions with those of Christianity , redefining the borders between what was
religious and what was political. Karya-karya seperti Augustine dari Hippo
's The City of God
disintesis filsafat saat ini dan tradisi politik dengan orang-orang Kristen , mendefinisikan
ulang batas antara apa yang agama dan apa yang politik. Most of the political questions surrounding the
relationship between Church and State were clarified and contested in this period.
Sebagian besar pertanyaan seputar politik hubungan antara Gereja dan Negara
yang dijelaskan dan diperebutkan dalam periode ini.
During
the Italian Renaissance , Niccolò Machiavelli established the emphasis of modern political
science on direct empirical
observation of political institutions
and actors. Selama Renaisans Italia
, Niccolò Machiavelli
mendirikan penekanan ilmu politik modern pada langsung empiris pengamatan politik lembaga-lembaga dan aktor. Later,
the expansion of the scientific paradigm during the Enlightenment further pushed the study of politics beyond
normative determinations [ citation needed ] . Kemudian,
perluasan paradigma ilmiah selama Pencerahan lebih lanjut
mendorong studi politik luar penentuan normatif [ rujukan?
]. In particular, the study of statistics , to study the subjects of the state
, has been applied to polling and voting
. Secara khusus, studi tentang statistik , untuk
mempelajari mata pelajaran dari negara , telah
diterapkan untuk pemungutan suara
dan suara .
[
edit
] Modern
Political Science [ sunting
] Modern
Ilmu Politik
In
the 20th century, the study of ideology, behaviouralism and international
relations led to a multitude of 'pol-sci' subdisciplines including rational choice theory , voting theory , game theory (also used in economics), psephology , political geography / geopolitics , political psychology / political sociology , political economy , policy analysis , public administration , comparative political analysis and peace studies /conflict analysis.
Pada abad ke-20, studi tentang ideologi, behaviouralism dan hubungan internasional
menyebabkan banyak pol-sci 'subdisiplin' termasuk teori pilihan rasional
, suara teori , teori permainan
(juga digunakan dalam ilmu ekonomi), psephology , geografi politik
/ geopolitik , politik psikologi
/ sosiologi politik
, ekonomi politik
, analisis kebijakan
, administrasi publik
, analisis politik komparatif dan studi perdamaian
/ analisis konflik.
At
the beginning of the 21st century, political scientists have increasingly
deployed deductive modelling and systematic empirical verification techniques (
quantitative methods ) bringing their discipline closer to the
scientific mainstream [ citation needed ] . Pada awal abad
ke-21, para ilmuwan politik telah semakin dikerahkan pemodelan teknik deduktif
dan verifikasi empiris sistematis ( metode kuantitatif
) membawa disiplin mereka lebih dekat ke mainstream ilmiah [ rujukan?
].
[
edit
] Linguistics
[ sunting
] Linguistik
Historical linguistics emerged as an independent field of study at
the end of the 18th century. Sir William Jones proposed that Sanskrit , Persian , Greek
, Latin
, Gothic
, and Celtic languages all shared a common base.
linguistik historis
muncul sebagai suatu bidang studi independen pada akhir abad ke-18. Sir William Jones
mengusulkan bahwa bahasa Sanskerta
, Persia , Yunani , Latin , Gothic , dan bahasa Celtic
semua berbagi dasar umum. After Jones, an effort to
catalog all languages of the world was made throughout the 19th century and
into the 20th century. Setelah Jones, upaya untuk katalog semua bahasa
di dunia itu dibuat sepanjang abad ke-19 dan abad ke-20. Publication of Ferdinand de Saussure 's Cours de linguistique générale created the development of descriptive linguistics . Publikasi Ferdinand de Saussure
's Cours de linguistique Générale
menciptakan perkembangan linguistik deskriptif
. Descriptive linguistics, and the related structuralism movement caused linguistics to focus on how
language changes over time, instead of just describing the differences between
languages. Noam Chomsky further diversified linguistics with the
development of generative linguistics in the 1950s.
linguistik deskriptif, dan terkait strukturalisme
linguistik menyebabkan gerakan untuk fokus pada perubahan bahasa bagaimana dari
waktu ke waktu, bukan hanya menggambarkan perbedaan antara bahasa. Noam Chomsky
linguistik terdiversifikasi lebih lanjut dengan perkembangan linguistik generatif
pada tahun 1950. His effort is based upon a
mathematical model of language that allows for the description and prediction
of valid syntax
. Usahanya didasarkan pada model matematika bahasa yang
memungkinkan untuk deskripsi dan prediksi yang masih berlaku sintaks . Additional specialties such as sociolinguistics , cognitive linguistics , and computational linguistics have emerged from collaboration between
linguistics and other disciplines. spesialisasi tambahan seperti sosiolinguistik
, linguistik kognitif
, dan linguistik komputasi
telah muncul dar
BAB III
HAKIKAT DAN KEGUNAAN FILSAFAT ILMU
Salah satu sendi masyarakat
modern adalah ilmu dan tekhnologi. Kaum ilmuan tidak boleh picik dan menganggap
ilmu dan tekhnologi itu alpha dan omega dari segala-galanya, masih
terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia yang
baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain di samping
kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Namun bila
kaum ilmuan ‘konsekuen’ dengan pandangan hidupnya, baik secara intelektual maupun secara moral, maka salah satu penyangga
masyarakat modern itu akan berdiri dengan kokoh.
Alkisah….
Suatu hari PLATO
(427 – 347 S.M.) mendapat pertanyaan dari seorang muridnya : “Apakah sebenarnya kegunaan
dari pelajaran matematika yang telah kau berikan selama ini…?”. Merasa
sangat tersinggung dengan pertanyaan ini, filsuf besar ini langsung memecat
serta mengeluarkan murid tersebut dari sekolah.
Pada
waktu itu, memang pengetahuan-pengetahuan, termasuk juga ilmu, semuanya belum
mempunyai kegunaan praktis, melainkan estetis. Artinya, seperti kita sedang
belajar main piano atau membaca sajak cinta saja, maka pengetahuan semacam ini
lebih ditujukan kepada kepuasan jiwa, dan sama sekali bukan sebagai konsep
untuk memecahkan suatu masalah. Bahkan sampai sekarang pun gejala ini masih
sangat terlihat jelas dan menonjol, di mana orang-orang mempelajari berbagai
pengetahuan ilmiah bukanlah sebagai teori yang mempunyai fungsi dan kegunaan
praktis, melainkan hanya sekedar upaya untuk memperkaya jiwa.
Sambil
minum teh serta makanan ringan (snack) lainnya, mereka berdebat tentang masalah
nuklir sampai pedagang kaki lima, sekedar untuk mengasah ketajaman berpikir
mereka dan mendapatkan kepuasan jiwa. Seperti layaknya olahragawan dalam seni
raga orhiba, misalnya, mereka sampai merem-melek setelah kepenatan latihan
sebagai ungkapan rasa kepuasan jiwa mereka.
Ilmu
merupakan sekedar pengetahuan yang harus dihafal, agar bisa dikemukakan ketika
berdebat. Makin hafal lantas makin hebat…!
Pengetahuan
yang dikuasai harus mencakup bidang-bidang yang amat luas, agar tiap masalah
yang muncul, kita bisa ikut menyambut. Makin banyak makin yahut…!
Kemampuan
mengutip teori-teori ilmiah yang bersifat estetik ini, lalu berkembang menjadi
status sosial. Seperti segelintir masyarakat golongan menengah, yang memaksa
anak-anaknya untuk belajar main piano atau organ. (“Gengsi doong…!” Katanya !). Padahal
anak ingusan itu masih lebih senang berkubang lumpur, bermain karet, bermain
boneka, dsb…, ketimbang disuruh memijiti tuts.
Penempatan
dan penerapan ilmu pada zaman Yunani Kuno itu, disebabkan filsafat
(kefilsafatan) mereka yang memandang rendah terhadap pekerjaan yang bersifat
praktis, yang pada waktu itu lazimnya dikerjakan oleh para Budak Belian (Hamba Sahaya).
Adalah
hal yang kurang pada tempatnya kalau kaum yang merdeka hanya selalu memikirkan
masalah yang tidak sesuai dengan status sosial mereka. Bukankah pekerjaan
praktis yang selalu memeras tenaga adalah predikat kaum hamba sahaya ? Hmmm…
Sebenarnya pendapat/opini semacam ini bukanlah sesuatu yang tabu, Teman !
Sebab, zaman sekarang pun masih banyak orang-orang yang beranggapan seperti
itu.
Atau
bahkan, “Anakku,
jangan mau jadi masinis atau pekerja tekhnik ya…! Jadi pegawai negeri saja,
enak lho…!!!” (…begitu katanya!).
Nah,
persepsi yang salah seperti inilah yang sebenarnya menyebabkan kurang
berkembangnya kebudayaan menghafal dalam sistem pendidikan kita. Ilmu tidak
lagi memiliki fungsi sebagai pengetahuan yang diterapkan dalam masalah kita
sehari-hari, melainkan sekedar dikenal dan dikonsumsi (dinikmati). Seperti
halnya lagu Ebiet G. Ade, sajak Sutardji, atau bahkan lagu Virgiawan Listanto
alias Iwan Fals.
Sekarang
ini, bukan lagi hal yang mustahil apabila kita menemukan dalam sebuah lomba
deklamasi, mungkin ada salah seorang peserta yang setelah mengangguk kepada
dewan juri, dan kemudian spontan memekik : “H-u-k-u-u-u-m B-o-y-l-e…!” (dengan
intonasi selangit).
Sajak
Sutardji, lagu Ebiet atau Iwan Fals, masing-masing fungsinya memang bersifat estetik, yang kalau
kita konsumsikan dengan baik, bisa memberikan kenikmatan bathiniah. Jiwa kita
tergetar, terharu, dan tersentuh oleh komunikasi artistik, menyibakkan dunia
makna yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita
bertambah dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap dan kelakuan kita.
Sebuah
karya Multatuli, yakni Max
Havelaar, begitu menyentuh nurani bangsa Belanda, yang membuahkan
perubahan sikap terhadap penindasan dan penjajahan, yang seperti kita ketahui
dalam sejarah, membuahkan perubahan terhadap kebijaksanaan politik. Meskipun
patut dicatat bahwa perubahan sikap dan kelakuan itu tidak selalu
menggembirakan.
Atau
seperti lagu Sombre
Di Manche dan novel Werther
karya Goethe, misalnya, pernah menyebabkan orang-orang muda sepi dan patah
hati, hingga melakukan bunuh diri… Hmmm….
Kiranya
bahwa sajak atau nyanyian adalah fungsional bagi kehidupan kita, dan hal ini
tidak perlu diragukan lagi, namun terdapat fungsi dan kegunaan yang berbeda
antara kedua ungkapan seni tersebut dengan teori keilmuan. Seperti perbedaan
antara Hukum Boyle dengan lagu Ebiet G. Ade.
Lagu
Ebiet, misalnya, mengungkapkan masalah urbanisasi : “terkapar di tengah kota, berbekal tinggal sehelai
sarung, namun malu balik ke desa…!” Lagu ini, mungkin menyadarkan
kita kepada permasalahan-permasalahan yang merasuk ini, berkumandang dan
menggelitik nurani, yang membuahkan perubahan sikap dan mungkin perilaku kita
terhadap urbanisasi. Namun yang jelas, kita tidak pernah bisa memecahkan
masalah urbanisasi hanya dengan menyanyi.
Lalu
bagaimana…?
Ya,
tentu kita harus melakukan tindakan-tindakan kongkrit dong…! Tidak dengan
membentuk “Vocal Group”, namun melakukan serangkaian tindakan-tindakan yang
konsepsional berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang terandalkan.
Nah,
untuk sementara Ebiet keluar panggung, sekarang giliran ilmuwan Ahli Urban
masuk. Bukan menjinjing guitar, melainkan mengepit textbook.
Buku-buku
teks ilmuwan ini, tidak jauh berbeda dengan buku-buku primbon seorang
peramal (tukang ramal), yang dipergunakan untuk konsultasi dalam memecahkan
masalah-masalah praktis. Ya, paling pun berbeda, tidak lain adalah ruang
lingkupnya :
“Mbah,
bagaimana ya ramalan kehiduan cucunda setelah PILKADA nanti ?”
Atau,
“Prof, bagaimana
ramalan situasi minyak bumi kita menjelang tahun 2020 nanti ?”
Eh,
bahkan, seperti konsultasi dengan dokter, kita bukan hanya sekedar didiagnosis,
namun juga diberi pemecahan-pemecahan praktis.
“Cucuku,
agar ramalan yang suram ini segera lenyap, maka minumlah air putih ini tiga
kali sehari, setelah membakar kemenyan…!” (misalnya).
Atau,
“Agar sumur minyak
Indonesia pada tahun 2020 nanti tidak dijadikan kubangan kerbau, maka sejak
dini kita harus mengembangkan kompor dengan energi nuklir…!”
(misalnya).
Jadi,
buku-buku tebal ilmuwan pada hakikatnya sama saja dengan buku-buku primbon tukang
ramal, yakni menjelaskan,
meramalkan, dan mengontrol.
Namun dalam hal ini, tentu saja yang berbeda adalah asas-asas dan prosedurnya.
Menjelaskan-meramalkan-mengontrol
inflasi, kita mempergunakan asas dan prosedur
keilmuan. Sedangkan menjelaskan-meramalkan-mengontrol
telapak tangan, kita mempergunakan asas dan prosedur
perklinikan.
Nah,
dengan demikian, kita tidak usah heran kalau dalam memecahkan masalah-masalah
kehidupan, orang tidak selalu datang berkonsultasi kepada ilmuwan, melainkan
kepada tukang ramal. Keduanya memang melakukan fungsi dan kegunaan yang sama,
meskipun dengan asas dan prosedur yang berbeda. Pilihan diantara keduanya
memang “sangat tergantung” kepada kepercayaan kita masing-masing. Artinya,
dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan, apakah kita mempercayai asas dan
prosedur keilmuan atau perklinikan.
Tingkat
kepercayaan seseorang dan masyarakat memang berbeda-beda ; Kepercayaan
seseorang tergantung kepada pendidikannya (baik formal maupun non-formal),
sedangkan kepercayaan masyarakat tergantung kepada kebudayaannya (baik
tradisional maupun mutakhir).
Lalu
bagaimana tingkat professional ilmuwan yang tidak bisa
menjelaskan-meramalkan-dan-mengontrol masalah-masalah kehidupan kehidupan,
melainkan sekedar menghafal ?
Mungkin
bisa membantu musisi menciptakan syair lagu-lagunya dalam rangka
memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mengilmiahkan masyarakat !
Musik ? Ilmuwan ?
“….Humor
mengajarkan toleransi. Dan seorang humoris, dengan senyum di bibirnya, sambil
menghela nafas, kemungkinan besar akan mengangkat bahu daripada harus
memaki-maki
PENUTUP
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang
sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita
mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia
lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka
lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah
jawaban filsafati. Kalau
ilmu diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang pemikiran,
ranting pemahaman, serta buah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat
pohon tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek
formal filsafat adalah ratio
yang bertanya. Sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia
perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan
segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di
Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia,
Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di
daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang
lebih bebas.
Dalam perkembanganya,
filsafat Yunani sempat mengalami masa pasang surut. Ketika peradaban Eropa
harus berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak
tegas terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya
sebagai penguasa ketika itu.
Filsafat Yunani kembali
muncul pada masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi
di puncak kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika
antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para kaum ulama
oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam
Atheisme bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan
filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding
jalan yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13,
peradaban filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama
berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat
dilarang masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep
berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di
Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim
yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam mulai
menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di
Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban
Yunani.
Entah kebetulan atau
tidak, ketika filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah
ke eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri
mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada
sekitar abad ke-15 M.
Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga
menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik
terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.
Adapun para filsuf zaman
modern setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan
tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa,
tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam
sejarah ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org
blog.wordpress.com
philosopi Mingguan Indonesia
Harian KOMPAS Rabu, 02 Mar 2005 Halaman: 46
kognItar.wordpres.org